Ada Bongkahan Es di Planet Mars | |
Ada kemungkinan ketiga seputar kondisi permukaan masa lalu Mars, yakni dingin dan basah.Dari penelitian terakhir, disimpulkan bahwa terdapat bongkahan es pernah hadir di planet Mars. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa masa lalu terdapat samudera yang dingin di planet tersebut. (VIVAnew)Sebelumnya ada dua kemungkinan bagaimana kondisi planet Mars di masa lalu. Pertama, permukaan di sana dingin dan kering. Kedua, Mars sempat memiliki kondisi hangat dan basah, yang memungkinkan planet itu punya danau-danau, laut, serta curah hujan untuk periode waktu yang panjang. Kini, seperti dikutip dari Livescience, 4 Oktober 2010, peneliti menemukan bekas-bekas bongkahan es di planet Mars. Artinya, ada kemungkinan ketiga, seputar kondisi permukaan Mars di masa lalu, yakni dingin dan basah. Kondisi tersebut memungkinkan Mars punya samudera dan lautan yang sebagiannya diselimuti es dan gletser. “Jika terdapat bongkahan es, kemungkinan besar di permukaan Mars pernah terdapat perairan dalam ukuran besar,” kata Alberto Fairen, peneliti dari SETI Institute and NASA Ames Research Center. “Perairan tersebut bisa berukuran beberapa lautan lokal hingga samudera tunggal yang meliputi seluruh permukaan,” kata Fairen. “Dan perairan itu hadir secara terus menerus atau terbagi dalam beberapa periode,” ucapnya. Fairen menyebutkan, tanda gerusan sepanjang 1 sampai 5 kilometer yang ditemukan di dataran utara dan cekungan Hellas juga bisa menjadi bukti akan adanya bongkahan es di masa lalu. “Gerusan ini bisa diakibatkan oleh bagian dasar bongkahan es yang mengikis dasar samudera,” kata Fairen. “Ini merupakan bukti paling nyata tentang adanya bongkahan es tersebut,” ucapnya. |

Perlindungan medan magnetik bumi terhadap badai dari matahari. Kredit : NASA
Flare Matahari adalah suatu fenomena yang kompleks (tidak sederhana) yang terjadi di permukaan matahari. Flare Matahari boleh dikatakan adalah sebuah ledakan yang terjadi di permukaan matahari. Ledakan ini memancarkan energi yang tinggi dan menghasilkan suhu sampai jutaan derajat dalam waktu yang singkat, juga disertai pancaran radiasi elektromagnetik pada semua panjang gelombang ditambah dengan pancaran partikel-partikel yang bermuatan bernergi tinggi.
Fenomena flare Matahari pertama kali diamati di dua tempat yang berbeda pada tanggal 1 September 1859 oleh Richard Christoper Carrington dan Richard Hodgson (keduanya adalah astronom amatir Inggris – dan sama-sama punya nama depan Richard). Mereka mengamati fenomena ini sebagai suatu peningkatan kecerlangan yang tiba-tiba dari sebuah titik/daerah di permukaan matahari. Flare Matahari yang diamati di tahun 1859 ini telah mengakibatkan terjadinya aurora yang sangat besar (meliputi duapertiga bumi) dan sangat indah di bumi seperti yang belum pernah terlihat sebelumnya, namun juga telah mengacaukan sistem navigasi dan sistem telegram. Hal ini disebabkan tumbukan partikel berenergi tinggi dari flare Matahari yang berinteraksi dengan medan magnet bumi dan menimbulkan berbagai gangguan dan fenomena elektromagnetik di bumi. Bisa dibayangkan bagaimana jika tidak ada medan magnetik bumi, maka bumi ini akan diserbu dengan hujan partikel berbahaya yang akan mengakibatkan musnahnya kehidupan dibumi. Kita harus bersyukur untuk dinamika inti bumi yang secara kontinyu menghasilkan medan magnet pelindung bagi keberlangsungan kehidupan di permukaan bumi.
Selama satu setengah abad berikutnya (sampai saat ini), penelitian mengenai flare Matahari telah maju dengan sangat pesat, baik dari segi pengamatan maupun dari segi pengembangan model-model teoritis yang terus diperbaharui sesuai pengamatan yang semakin canggih dengan peralatan yang semakin canggih pula.
Flare Matahari pertama yang diamati tahun 1859 dikategorikan sebagai White Light Flare, yaitu flare yang mengemisikan cahaya tampak yang lebih kuat dari cahaya tampak yang berasal dari piringan matahari. Intensitas White Light Flare bahkan bisa mencapai 1,5 – 2 kali lipat lebih cerlang dari cahaya piringan matahari. Meskipun demikian, sebagian besar flare mengemisikan cahaya tampak yang ‘lebih redup’ dari cahaya piringan matahari. Jika emisi cahaya tampak piringan matahari mencapai 6×1013 W/km2, maka rata-rata flare ‘hanya’ mengemisikan cahaya tampak sebesar 2×1011 W/km2, sehingga banyak flare yang sama sekali tidak tampak jika diamati secara langsung dari bumi.
Fenomena flare Matahari pertama kali diamati di dua tempat yang berbeda pada tanggal 1 September 1859 oleh Richard Christoper Carrington dan Richard Hodgson (keduanya adalah astronom amatir Inggris – dan sama-sama punya nama depan Richard). Mereka mengamati fenomena ini sebagai suatu peningkatan kecerlangan yang tiba-tiba dari sebuah titik/daerah di permukaan matahari. Flare Matahari yang diamati di tahun 1859 ini telah mengakibatkan terjadinya aurora yang sangat besar (meliputi duapertiga bumi) dan sangat indah di bumi seperti yang belum pernah terlihat sebelumnya, namun juga telah mengacaukan sistem navigasi dan sistem telegram. Hal ini disebabkan tumbukan partikel berenergi tinggi dari flare Matahari yang berinteraksi dengan medan magnet bumi dan menimbulkan berbagai gangguan dan fenomena elektromagnetik di bumi. Bisa dibayangkan bagaimana jika tidak ada medan magnetik bumi, maka bumi ini akan diserbu dengan hujan partikel berbahaya yang akan mengakibatkan musnahnya kehidupan dibumi. Kita harus bersyukur untuk dinamika inti bumi yang secara kontinyu menghasilkan medan magnet pelindung bagi keberlangsungan kehidupan di permukaan bumi.
Selama satu setengah abad berikutnya (sampai saat ini), penelitian mengenai flare Matahari telah maju dengan sangat pesat, baik dari segi pengamatan maupun dari segi pengembangan model-model teoritis yang terus diperbaharui sesuai pengamatan yang semakin canggih dengan peralatan yang semakin canggih pula.
Flare Matahari pertama yang diamati tahun 1859 dikategorikan sebagai White Light Flare, yaitu flare yang mengemisikan cahaya tampak yang lebih kuat dari cahaya tampak yang berasal dari piringan matahari. Intensitas White Light Flare bahkan bisa mencapai 1,5 – 2 kali lipat lebih cerlang dari cahaya piringan matahari. Meskipun demikian, sebagian besar flare mengemisikan cahaya tampak yang ‘lebih redup’ dari cahaya piringan matahari. Jika emisi cahaya tampak piringan matahari mencapai 6×1013 W/km2, maka rata-rata flare ‘hanya’ mengemisikan cahaya tampak sebesar 2×1011 W/km2, sehingga banyak flare yang sama sekali tidak tampak jika diamati secara langsung dari bumi.